9/05/2011
0

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta PT Palyja memperhatikan kebutuhan masyarakat dan konsumen yang terkena imbas ambrolnya pintu limpasan saluran pembuang saluran Tarum Barat/Kalimalang ke saluran Kali Buaran berikut sebagian tanggulnya di Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, sejak Rabu (31/8/2011) malam.

Presiden menyampaikan arahan kepada Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. ”Arahan Presiden agar yang paling utama diperhatikan kebutuhan masyarakat dan konsumen air, khususnya yang memang terkena dampak krisis atau jebolnya tanggul di Kalimalang,” katanya kepada para wartawan di Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5/9/2011).
Presiden juga mengatakan agar perbaikan dapat dilakukan secepat mungkin sehingga pasokan air kembali normal. Seperti diwartakan, kesulitan warga Jakarta memperoleh air bersih belum teratasi sejak pasokan air PAM terhenti akibat jebolnya Pintu Air Kalimalang di Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur.
Janji Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan bantuan air bersih pun tak kunjung dirasakan warga. Sebagian besar warga di kawasan padat penduduk di Jakarta harus mengantre membeli air di beberapa rumah dan kamar mandi umum sejak aliran air PAM terhenti selama tiga hari ini, terhitung Jumat hingga Minggu (4/9/2011).
Tak sedikit yang harus berjalan kaki mendorong gerobak jeriken air untuk membeli air bersih. Hari Joni (23), warga Bandengan, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, harus berjalan sejauh lebih dari 1 kilometer ke kampung tetangga untuk membeli air bersih. Itu pun masih harus mengantre lagi lebih dari satu jam.
Untuk saat ini, Hari mengaku belum merasa terlalu berat mencari air bersih karena masih libur Lebaran. Namun, Senin besok, mencari air bersih akan menjadi masalah besar karena dia sudah mulai masuk kerja.
”Pastinya repot sekali kalau saya sudah kerja. Paling hanya bisa mencari air pada malam hari,” kata ayah satu anak ini. Kondisi berat juga dialami penghuni rumah susun di Jalan Tanah Pasir, Penjaringan. Mereka harus membayar lebih tinggi untuk membawa air ke rumah melalui tangga. Untuk lantai 1, satu jeriken dipatok Rp 3.000, sedangkan lantai dua Rp 5.000 per jeriken.
”Padahal, untuk minum dan kebutuhan dapur dalam sehari, butuh empat jeriken. Kalau setiap hari seperti ini sangat berat,” kata Asih (32) yang tinggal di lantai satu rusun itu. Para korban kebakaran di Kelurahan Angke, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, juga masih kesulitan mendapatkan air bersih untuk mandi, cuci, dan kakus (MCK).
”Kalau mau ke kamar mandi, harus cari air dulu karena di toilet tidak ada air,” kata Sobali (54).


0 komentar:

Post a Comment